Dampak Buruk Makanan Haram Bagi Seorang Muslim

Dampak Buruk Makanan Haram Bagi Seorang Muslim

Banyak faktor berpengaruh dalam kehidupan seorang muslim. Faktor intern dan faktor ekstern menjadikan dampak yang bisa menjadikan seseorang muslim menjadi baik maupun buruk atas ijin Allah. Salah satu hal penting yang harus diperhatikan adalah tentang makanan yang dikonsumsi. Dewasa ini banyak jenis makanan yang tersedia dengan berbagai rasa dan jenis. Namun disini yang lebih penting untuk ditekankan adalah bagaimana status makanan tersebut secara syar'i. Ustadz Kholid Syamhudi, Lc menjelaskan dalam artikelnya di Majalah Pengusaha Muslin edisi perdana.



***

Era globalisasi banyak berpengaruh terhadap kehidupan manusia. Tak terkecuali terhadap kaum muslimin,
sehingga banyak orang menyatakan: “Yang haram saja susah apalagi yang halal.” Satu ungkapan yang
menggambarkan rendahnya kondisi keimanan dan keyakinan terhadap rahmat dan rejeki Allah.

Padahal Allah dan Rasulullah n telah menegaskan bahwa Allah akan mencukupkan rejeki mereka. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: “Dan berapa banyak binatang yang tidak (dapat) membawa (mengurus) rejekinya sendiri. Allahlah yang memberi rejeki kepadanya dan kepadamu dan Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. Al Ankabut: 60) dan firman-Nya: “Aku tidak menghendaki rejeki
sedikit pun dari mereka dan Aku tidak menghendaki supaya memberi Aku makan.” (QS. Adz Dzariyat: 57)

Dua ayat tersebut menegaskan Allah sebagai pemberi rejeki terhadap semua makhluk. Lantas Allah mengutus Rasulullah n untuk menghalalkan yang baik-baik dan mengharamkan yang buruk bagi manusia. Sebagaimana dijelaskan dalam firman-Nya: “(Yaitu) orang-orang yang mengikut Rasul, Nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma’ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari
mereka beban-beban dan belenggubelenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya, memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Qur’an), mereka itulah orang-orang yang beruntung.” (QS. Al a’raf: 157)


Makanlah yang halal dan baik saja
Setelah mengetahui mana yang dihalalkan dan yang diharamkan Allah, apalagi yang menjadi halangan menghindari yang haram dan hanya mengambil yang halal saja? Seperti firman-Nya: “Hai manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan;
karena sesungguhnya syaithan adalah musuh yang nyata bagimu.” (QS. Al Baqarah: 168)

Apabila kita bersyukur atas segala nimat, Allah akan menambah anugerah-Nya. Namun, jika kita ingkar dan melampaui batas, maka kebinasaan ada di hadapan kita. Allah berfirman: “Makanlah di antara rejeki yang
baik yang telah Kami berikan kepadamu, dan janganlah melampaui batas padanya, yang menyebabkan
kemurkaan-Ku menimpamu. Dan barangsiapa ditimpa oleh kemurkaan-Ku, maka sesungguhnya binasalah ia.” (QS. Thaaha: 81)

Pentingnya makan yang halal dan bahaya makan yang haram

Permasalahan halal dan haram sangat penting. Sebab, hal ini juga terkait dengan amal shalih dan ibadah. Di dalam hadits shahih yang diriwayatkan oleh Muslim dan yang lainnya, dari Abu Hurairah bahwa Rasulullah n
bersabda: “Sesungguhnya Allah Ta’ala  itu baik, tidak menerima kecuali  yang baik, dan bahwa Allah memerintahkan kepada orang-orang mukmin dengan apa yang diperintahkannya kepada para rasul dalam firman-Nya: “Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al Mu’minun: 51).

Dan Allah berfirman, (yang artinya): “Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rejeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu.” (Qs. Al Baqarah: 172). Kemudian beliau menyebutkan seorang laki-laki kusut seperti debu mengulurkan kedua tangannya ke langit sambil berdoa: ‘Ya Rabb, Ya Rabb, sedang makanannya haram, minumannya haram, pakaiannya haram, ia kenyang dengan makanan yang haram, maka bagaimana mungkin orang tersebut dikabulkan permohonannya?”

Hadits tersebut menjelaskan bahwa makanan yang dimakan seseorang mempengaruhi diterima dan tidaknya suatu amal shalih. Ibnu Rajab berkata, “Hadits ini menunjukkan bahwa amal tidak diterima dan tidak suci, kecuali dengan memakan makanan yang halal. Sedangkan memakan makanan yang haram dapat merusak amal dan membuatnya
tidak diterima” 2.

Lantas bagaimana menghadapi syahwat dunia, terkait masa depan di dunia?

Pertama, hendaknya kita berusaha menghilangkan sebab-sebab didapatnya penghasilan yang haram. Dengan menumbuhkan rasa takut dan malu kepada Allah. Caranya dengan mempelajari agama Islam serta mengenal Allah dalam Rububiyah, Uluhiyyah dan Asma Wa Shifat-Nya. Atau dengan kata lain kita hendaknya mengenal aqidah tauhid yang benar, sehingga tumbuh rasa takut dan malu kepada Allah Ta’ala. Selain itu akan tumbuh pula rasa yakin bahwa Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan yang Ia takdirkan.

Kedua, menghilangkan ketamakan dan menumbuhkan sifat qana’ah (bersyukur atas apa yang diberikan
Allah) dalam diri kita. Dan ini pun merupakan buah dari pengetahuan kita terhadap aqidah tauhid yang benar. Kita juga mencoba memahamkan diri bahwa Allah Ta’ala telah menetapkan rezeki kita sehingga kita tidak akan mati sebelum sempurna nikmat rezeki tersebut.

Ketiga, mengenal bahaya usaha yang haram dengan belajar hukum-hukum Islam, mana yang halal dan mana yang haram. Dengan ini semua kita akan mampu berupaya terhindar dari mengambil usaha yang haram. Karena kita tahu bahwa rezeki kita telah ditetapkan oleh Allah, tinggal bagaimana kita mencarinya dengan baik.

Rasulullah n bersabda: “Carilah nikmat dunia dengan baik lagi cerdik” (HR Al Bazzaar, 9/169, di-shahihkan
Al Albani dalam Silsilah Ash Shahihah, 898)
Perhatikan pula sabda Rasulullah n berikut: “Siapa saja hamba yang dagingnya tumbuh dari (makanan)
haram, maka neraka lebih pantas baginya.” 3

Mudah-mudahan hal ini membuat kita lebih berhati-hati. Wallahu Al Muwaffiq.

Catatan Kaki:
1 Dikeluarkan oleh Muslim dalam az- Zakaah no.1015, at-Tirmidzi dalam Tafsirul Qur’an no.2989,Ahmad dalam Baaqi Musnad al-Muktsriin no.1838, ad-Darimi dalam ar-Riqaaq no. 2717.
2 Jaami’ul’Uluum wal Hikam 1/260. 3 Bagian dari hadits yang dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dalam  at-Targhiibu wa at-Tarhiib 3/17, awalnya, “Hai Sa’d perbaikilah makananmu niscaya do’amu diterima.” al-Haitsami menyebutnya dalam al-Mujama’ 10/ 294, ia berkata, “Diriwayatkan oleh ath-Thabrani dan pada sanadnya terdapat perawi yang saya belum mengenal mereka, adapun tambahan ini, shahih dengan banyak syahidnya dari Jabir dan Ka’b bin ‘Ujrah serta Abu Bakar ash-Shiddiiq sebagaimana dalam adh-Dha’ifah 3/293, dan dikeluarkan oleh at-Tirmidzi dengan sepertinya dalam al-Jumu’ah no. 614 dari Ka’b bin ‘Ujrah pada sebahagian dari hadits panjang, lafazhnya, “Sesungguhnya tidak berkembang daging yang tumbuh dari makanan yang haram kecuali Neraka yang lebih pantas baginya.” Abu ‘Isa berkata, “Hadits ini hasan Gharib. Dan disahkan oleh al- Albani dalam Shahih Sunan at- Tirmidzi no. 501.






No comments:

Post a Comment