LIMA SEKTOR BISNISBISNIS TAHAN KRISIS


LIMA SEKTOR BISNIS TAHAN KRISIS
Krisis ekonomi merupakan pukulan bagi para pengusaha yang melakoni bisnisnya. Tak hanya melumatkan bisnis kecil tapi juga menghentak pebgusaha senior dan telah sukses. Banyak perusahaan terkenal yang kita dengar gulung tikar ketika badai krisis melanda. Artikel majalah PM volume 2 edisi 1 ini menyuguhkan bisnis-bisnis yang mampu bertahan dengan peluangnya dalam menghadapi krisis

 ***

Benarkah ada bisnis yang tahan krisis? Bisa dibilang tidak ada. Setiap bisnis akan menemui siklus hidupnya. Kadang di atas, stagnan, atau di bawah. Ketika bisnis tidak bisa dikendalikan lagi daur hidupnya, maka runtuhlah aktivitas bisnis. Apalagi, bila secara makro, dunia diterjang krisis ekonomi.

Harga-harga naik, dan kemampuan membeli konsumen berkurang. Maka, bisnis jadi lebih cepat ambruknya.
Beruntung, Indonesia menjadi satu dari tiga negara di dunia yang mampu bertahan dari terpaan krisis ekonomi global. Kuncinya, perekonomian nasional ditopang oleh usaha kecil dan menengah (UKM) yang masih menggeliat saat krisis. Berkat UKM perekonomian nasional masih tumbuh positif. Dari data yang dimiliki Depdag, 90 persen kegiatan usaha di Indonesia ternyata ditopang oleh UKM. Diwaktu kondisi ekonomi tidak terkendali, perekonomian Indonesia tetap tumbuh walau tidak besar. Yakni, 3-4 persen, karena ditopang UKM.

Tapi, bukan berarti semua bisnis akan terseret krisis lantas kolaps. Tetap saja ada bisnis yang eksis, meski
membutuhkan perhatian yang ekstra. Boleh jadi jenis bisnis tersebut sebenarnya dapat hancur oleh krisis. Namun, lantaran pebisnisnya tahan banting maka bisnisnya tetap kuat bertahan.

Atau, sebenarnya bisnis tersebut kena imbas dari krisis, namun ketika ketergantungan pasar sangat tinggi terhadap bisnis tersebut maka tetap saja bisa bertahan. Memang, masing-masing pebisnis maupun bisnis itu sendiri memiliki reaksi yang berbeda-beda kala krisis melanda. Namun, dari semua reaksi itu, hanya ada dua hasil yang akan diterima, yaitu kesuksesan atau kegagalan!

Kami menilai, ada lima sektor bisnis yang sekalipun ada krisis ekonomi global, konsumen akan tetap butuh. Yaitu, sektor pendidikan, kesehatan, teknologi dan komunikasi, kuliner, dan kebutuhan pokok (consumer goods). Bisnis yang tahan krisis mengandalkan dari stabilnya permintaan terhadap produk-produk yang dijual. Dan, produk itu senantiasa dicari dalam kehidupan manusia pada umumnya. Misalnya, untuk kebutuhan pokok. Tidak ada manusia yang akan hidup dengan meninggalkan aktivitas makan dan minum. Maka, muncullah di sekitar kita para penjual barang-barang rumah tangga, atau yang disebut kelontong.

Tidak ketinggalan, di negara kita, cukup banyak pedagang kaki lima yang menawarkan aneka makanan
berat maupun camilan. Dan, di sebagian kota, penjual aneka makanan ini malahan digarap untuk membuat potensi wisata kuliner.

Pernahkah Anda ke Solo? Jika Anda melewati kota ini, hampir setiap tempat ada pebisnis makanan. Agar tidak repot mencari kuliner yang tersebar di banyak lokasi, Pemkot Solo menempatkan sebagian PKL di suatu area bernama Solo Langen Bogan (Galabo) yang berlokasi di daerah Gladak. Anda bisa menemui aneka makanan khas Solo di sana. Dan, soal makanan, kata sebuah iklan, memang tidak bisa bohong. Keberadaannya, akan tetap dicari.

Air minum, yang jumlahnya melimpah pun, kini banyak yang mengemasnya sebagai air minum siap saji. Padahal, di awal produksinya dulu, air minum dalam kemasan diragukan akan sukses di Indonesia. Kini, malah banyak orang ramai-ramai membuat usaha air minum isi ulang di tengah banyaknya merk air minum kemasan.

Soal meraih kesejahteraan hidup, muncul kesadaran bahwa orang mesti memiliki pendidikan untuk menunjang kebaikan masa depannya. Anak-anak usia balita pun, bahkan sudah diperhatikan pendidikannya oleh orang tua. Orang tua sadar jika usia satu hingga enam tahun, otak anak mengalami perkembangan pesat. Atau, disebut juga golden age. Dan, di usia inilah yang sangat cocok untuk menanamkan berbagai informasi dan perilaku yang positif.

Muncullah lembaga pendidikan anak usia dini (PAUD) yang mengakomodasinya. Baik itu berbentuk KB, TK, RA, maupun penitipan anak. Dan, penyelenggaranya bukan hanya oleh negara. Banyak PAUD yang diusahakan oleh swasta. Mengingat, prospek bisnis untuk lembaga ini cukup besar. Di Indonesia saja, orang tua yang memasukkan anaknya ke PAUD masih 21 persen. Jumlah ini masih kalah dengan negara tetangga.

Bisnis di dunia telekomunikasi juga terbilang akan mapan sampai lama. Pasalnya, hampir setiap orang saat ini
membutuhkan peralatan telekomunikasi beserta layanannya.

Apalagi, komunikasi secara mobile, menjadi primadona dalam berhubungan secara nirkabel. Pemilik ponsel sekarang jumlahnya jutaan. Dan, angkanya akan bertambah terus. Itu belum ditambah kepemilikan ponsel tiap orang yang kadang lebih dari satu.

Alhasil, bisnis pulsa dan berbagai produk telekomunikasi akan tetap dicari konsumen. Belum lagi, banyak operator yang menawarkan internet murah. Maka, masyarakat pun perlahan mulai melek dunia maya. Akhirnya, mulai banyak orang yang mencari paket internet murah dari operator.

Pasar dari bisnis kesehatan hampir tak ada “matinya”. Pasalnya, kebutuhan akan hidup sehat sudah menjadi
kebutuhan pokok manusia. Ada kecenderungan, hidup sehat sebagai bagian dari gaya hidup pun, tren-nya semakin meningkat. Ini artinya, kesehatan bukan hanya sekadar kebutuhan pokok. Namun, lebih dari itu. Sebagai bagian yang tak bisa terpisahkan dari setiap aktivitas manusia.

Ketergantungan masyarakat akan produk dari berbagai sektor bisnis tersebut akan selalu ada, walapun saat krisis melanda. Bahkan, inilah dasar bisnis yang paling dianjurkan. Pasalnya, orang akan mudah dan rela mengeluarkan uangnya untuk sesuatu yang dibutuhkannya. Tapi, jangan sampai situasi krisis justru dijadikan sarana untuk mengeruk keuntungan dengan cara dzalim. Artinya, memanfaatkan keadaan yang sulit dengan memainkan harga yang terlalu ekstrem.

Sekalipun terdapat bisnis yang produknya senantiasa dibutuhkan oleh konsumen, tapi kegigihan seorang
entrepreneur untuk berusaha, tetap menjadi acuan keberlangsungan bisnis. Bisnis apapun, akan memiliki siklus yang bisa berubah setiap saat. Kadang, saat kondisi membaik, maka berada di siklus atas. Kadang pula, harus merasakan siklus di bawah tatkala terjadi penurunan omset. Dan, itu menjadi sesuatu yang wajar.

Bagi bisnis apapun, perlu pribadi yang tahan banting untuk syarat utamanya. Bila syarat ini belum dipenuhi,
maka seseorang belum menjadi entrepreneur sesungguhnya. Karena, seorang entrepreneur akan menghadapi fase sukses dan gagal. Dan, sesungguhnya, kegagalan adalah proses menuju untuk sukses. Maka, seseorang harus belajar untuk senantiasa mampu mempertahankan bisnisnya walau dalam terjangan berbagai masalah.

Ketidakpastian kondisi perekonomian global menjadi tantangan tersendiri bagi pebisnis. Oleh karena itu, dibutuhkan scenario planning untuk mengukur risiko-risiko apa saja yang mungkin terjadi di masa depan. Ketika peristiwa tersebut benar terjadi, maka dapat diambil keputusan yang tepat.                                    


tonggak kepemimpinan yang kuat, maka bisnis akan dapat bertahan, meskipun perekonomian sedang dirundung krisis. Tentu, masih banyak cara dan strategi yang bisa dilakukan untuk menyiasati bisnis agar tetap eksis di kala krisis. (Ilham/berbagai sumber)

No comments:

Post a Comment